30/05/12

“Suka Membandingkan?”


         Suka membandingkan diri dengan orang lain (comparison) dapat menciptakan akibat negatif dalam hidup kita. Seorang psikolog berkata bahwa sikap suka membandingkan diri dengan orang lain adalah akar dari perasaan rendah diri. Dampak selanjutnya iri hati dan kebencian.

        Kita dapat melihat kenyataan ini dari pengalaman hidup raja Saul. Kehadiran raja Daud dengan keberhasilan-keberhasilannya telah menimbulkan perasaan rendah diri pada diri raja Saul. Ia membandingkan dirinya dengan Daud dan merasa sakit hati ketika mendengar orang-orang lebih memuji keberhasilan Daud. Akibat dari semua itu adalah : sejak hari itu raja Saul benci dan menyimpan dendam kepada Daud. Raja Saul tidak pernah tenang hidupnya.

       Demikian pula yang terjadi dalam hidup kita jika kita suka membandingkan diri dengan orang lain. Kita akan merasa lebih rendah karena orang lain lebih berhasil, lebih kaya, lebih cantik atau tampan, lebih pandai, dsbnya. Membandingkan diri dengan orang lain dapat membuat kita iri hati. Bila kita hanya melihat kesuksesan orang lain, tanpa belajar memahami pergumulannya dalam mencapai kesuksesan itu, maka kita akan mudah menjadi iri hati.

       Dari pada membandingkan diri dengan orang lain, bukankah lebih bijaksana jika kita belajar dari pengalaman hidupnya? Kita dapat belajar bagaimana ia mampu bangkit dari kegagalan yang dialaminya, belajar tentang ketekunannya dan sikapnya yang tidak pernah menyerah. Terkadang, mungkin kita tidak dapat menghindar dari sebuah situasi untuk membandingkan diri dengan orang lain. Waspadailah dampak buruk dari perilaku ini! Sebaliknya, belajarlah untuk dapat mengambil hal positif darinya.

Sumber : Cakrawala, Mei 2012

23/05/12

Bahaya Pestisida Pada Produk Buah Impor

 Harga buah impor terkadang lebih murah dibanding buah lokal. Apalagi, pengemasannya lebih menggiurkan, warna lebih menarik. Kita mungkin sering lihat di pasar swalayan, kan?
"Harga buah impor yang dijual di supermarket Indonesia kadang lebih murah dibanding harga di negara asalnya. Hal ini tentu saja membuat kita heran sekaligus bertanya, mengapa buah tersebut bisa dijual dengan harga murah?" kata Pakar Keamanan Pangan dan Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Prof Ahmad Sulaeman.

Tapi hati-hati, ternyata buah impor banyak yang dilapisi lilin. Tujuannya agar tahan selama berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai dua tahun. "Dalam lilin itu juga ditambahkan fungisida agar buah tidak berjamur," ujarnya.

 Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa fungisida yang biasa ditambahkan adalah jenis fincocillin yang bersifat anti-androgenic yang sama sifatnya seperti DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane). Anti-androgenic ini, katanya, menimbulkan efek mandul pada serangga.

Akibat
Dari berbagai penelitian, katanya, orang yang mengonsumsi pangan yang mengandung residu pestisida, walaupun dalam kandungan yang rendah tenyata mampu menyebabkan demaskulinisasi. Hal ini bisa mengganggu perkembangan organ reproduksinya.

Karenanya, kata dia, tidak mengherankan jika sekarang banyak banci atau kaum alay. Padahal kalau menengok tahun 1960-an, yang disebut banci itu adalah mereka yang punya kelamin ganda.

Misalnya, pelari nasional dari Tasikmalaya akhirnya mengubah kelaminnya menjadi laki-laki, karena sejak dilahirkan ia memiliki kelamin ganda.

Sementara pada zaman sekarang, para banci ini berawal dari laki-laki tulen, tapi lambat laun sifatnya kemayu dan kecenderungan sosialnya ke sesama laki-laki.

"Itu terjadi setelah 30-40 tahun penggunaan pestisida atau revolusi hijau pertama," katanya. Menurut dia, harus diakui bahwa banyaknya kaum alay sekarang ini adalah dampak dari revolusi hijau pertama, dan kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di sejumlah negara.
Dampak lain dari pestisida adalah pada anak-anak. Ia mengemukakan, banyak anak yang baru minum ASI (air susu ibu) saja bisa keracunan DDT, akibat sang ibu mengkonsumsi sayur dan buah yang terpapar pestisida. Hal ini dapat mengganggu perkembangan mental dan kognitif anak.

Ahmad menjelaskan, satu penelitian di negara Meksiko yang membandingkan anak yang biasa mengkonsumsi pangan organik (tanpa pestisida) dan non-organik (disemprot pestisida).

Hasilnya, kata dia, anak yang selalu terpapar pestisida tidak mampu menggambar, sekalipun gambar garis yang sederhana.

Sebaliknya, anak yang biasa mengkonsumsi pangan organik disebutkan mampu menggambar dengan bagus.

Kemudian beberapa risiko penyakit juga dimungkinkan berkembang pada anak yang dilahirkan dari ibunya yang terpapar pestisida, seperti penyakit leukemia dan termasuk autis.

19/05/12

Potensi Gulma Gringsingan Sebagai Pestisida Nabati

Oleh : Urbanus Umbu Katanga              

            Pengembangan penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan kini terus mendapat perhatian dan penekanan yang cukup kuat sebagai dasar pembangunan pertanian berkelanjutan. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan antara lain harus dapat memelihara tingkat produksi Sumber Daya Alam (SDA) yang berwawasan lingkungan serta harus mengurangi dampak pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran dan penurunan kualitas hidup (Anisah, 2008). 
   
            Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah salah satu bagian penting dari teknologi pertanian. Menurut Ginting (2011)pestisida kimia sintetik sering digunakan sebagai pilihan utama untuk mengendalikan OPT. Alasannya, pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Namun bila diaplikasikan secara kurang bijaksana dapat membawa dampak pada pengguna, hama bukan sasaran, maupun lingkungan. Istiokarini (2002) menyatakan bahwa petani cenderung menggunakan pestisida kimia secara berlebihan antara lain karena modal dalam usaha tani yang cukup besar sehingga petani tidak mau menanggung resiko kegagalan usaha tani, konsumen menghendaki produk yang bersih (blemish free), dan kurang tersedianya pengendalian non kimiawi. Penggunaan pestisida kimiawi sintetik yang tidak bijaksana dapat menimbulkan akibat-akibat sampingan yang tidak diinginkan seperti resistensi, fenomena resurgensi, terbunuhnya organisme lain yang bukan sasaran termasuk musuh alami, ledakan hama sekunder, residu pada tanaman dan bagian tanaman, pencemaran lingkungan dan kecelakaan bagi manusia (Oka, 2005). 

             Untuk memperkecil dampak negatif penggunaan pestisida kimiawi yang tidak bijaksana maka dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 tahun 1995 pasal 3 telah ditetapkan bahwa perlidungan tanaman dilaksanakan melalui sistem pengendalian hama terpadu (PHT); dalam pasal 19 dinyatakan bahwa penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian OPT merupakan alternatif terakhir. Oleh karena itu, perlu dicari pengendalian yang efektif terhadap hama sasaran namun aman terhadap organisme bukan sasaran dan lingkungan. Salah satu komponen PHT yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah pestisida nabati, yaitu pestisida yang bahannya berasal dari tumbuh-tumbuhan 

       Gulma Gringsingan (Hyptis suaveolens) (Famili : Lamiaceae) di Nusa Tenggara Timur, dapat dengan mudah kita jumpai. Gulma ini dapat tumbuh di mana saja seperti di pinggiran jalan atau di tanah kering sekalipun. Gulma yang berasal dari Meksiko ini mempunyai daya  penyebarannya yang sangat cepat, oleh karena itu di Afrika gulma ini digolongkan ke dalam invasive alien spesies. Bahkan Hyptis suaveolens (Gambar 1) digolongkan ke dalam gulma yang paling berbahaya (Oppong-Anane & Francais, 2002).
                                  (Gambar 1. Gulma Gringsingan / Hyptis Suaveolens)           

      Namun dibalik kerugian yang ditimbulkan, gulma ini mempunyai banyak manfaat. Di India daun dan ranting H. suaveolens digunakan sebagai antirematik, antifertilitas, antiseptik pada luka bakar, dan pengobatan untuk penyakit kulit. Asap dari daun kering yang dibakar dapat digunakan untuk mengusir nyamuk. Hampir semua bagian tanaman ini dapat digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit (Shenoy, 2009). Sedangkan di Brazil, H.suaveolens populer digunakan dalam pengobatan pernapasan dan pencernaan infeksi, gangguan pencernaan, masuk angin, nyeri, demam, sakit dan penyakit kulit. Daunnya digunakan sebagai obat antikanker dan antifertilitas (Moreira et al., 2009). 

          Di Indonesia terlebih khusus di Nusa Tenggara Timur, penggunaan gulma ini sebagai obat-obattan belum dapat teridentifikasi, terlebih penggunaan gulma ini dalam pengendalian hama, dapat dikatakan tidak ada. H. suaveolens memiliki potensi yang sangat besar sebagai pestisida nabati. Seperti yang telah dibuktikan bahwa kandungan minyak atsiri dalam H. Suaveolens berpengaruh nyata dalam penghambatan jamur dari spesies Aspergilus (Moreira et al., 2009. hal ini semakin dikuatkan dengan hasil anilisis kandungan kimia dari H. Suaveolens bahwa terdapat alkaloid (14,32%), flavonoid (12,54%) , saponin (0,30%) dan tanin (0,52) (Edeoga et al, 2006). 


Daftar Pustaka 

Anisah, S.E.(2008). Uji Antagonisme Pseudomonas spp. Terhadap Jamur Fusarium sp. Asal Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Secara In Vitro[Sripsi]. FPMIPA.Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. 

Ginting H. B. 2011. Uji Efektivitas Beberapa Insektisida Nabati Terhadap Hama Ulat Tritip (P. xylostella L.) dan Hama Ulat krop (C. binotalis Zell.) pada Tanaman Kubis (B. oleracea L.) [Sripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara, Medan. 

Istokarini Yunik, 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Yang Ekologis Dan Berkelanjutan. Http://tumoutou.net/702_05123/yunik_istikorini.htm. Diakses: 21 Maret 2012 

Oka N.I., 2005.Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 

Moriera A.C.P, Lima E. O., Wanderley P.A., Carmo E.S., & de Souza A. L., 2010. Chemical composition and antifungal activity of Hyptis suaveolens (L.) Poit leaves essential oil against Aspergillus species. Universidade Federal da Paraíba, João Pessoa, PB, Brasil. 

Oppong-Anane, K. & Francais, 2002. Ghana Country Pasture/Forage Resource Profiles. Ministry of Food and Agriculture, Accra-North, Ghana. 

Shenoy C., M. B. Patil & R. Kumar, 2009. Wound Healing Activity of Hyptis suaveolens (L.) Poit(Lamiaceae). Department of Pharmacognosy and Phytochemistry, K.L.E.S’s College of Pharmacy, Belgaum, Karnataka, India.